Posts

Showing posts from January, 2015

Gadis

Gadis itu berdiri di tepi pantai. Diam. Ombak mendayu-dayu, merayunya untuk bermain. Tapi wajah si Gadis bermimik serius. Tidak, tidak bermain sekarang.  Desauan Angin membisikkan kata menghibur. 'Hibur, hibur..' Tapi Gadis tidak terhibur. Ia menutup telinga. Ia berteriak, 'Aaaaah! Menyebalkaaaan!' Sang Angin kaget dibentak. Angin pun berdesau mundur. Tinggal Gadis sendiri bersama Sepi. Gadis memukuli dadanya. 'Keluar, keluar kau dari sini!' Katanya histeris sambil menangis. 'Keluar kau, kau menyiksaku, aku tak mau ditemanimu!' Maka si Sepi pun meninggalkan Gadis. Gadis kini sendiri bahkan Sepi pun tidak lagi menemani. Tapi Gadis masih terus memukuli dadanya, 'Benci, keluar kau, Benci, Benci, Benciii!!!" Tapi Benci belum juga keluar. Sampai malam Gadis masih berdiri di pinggir pantai sambil memukuli dadanya dan memanggil si Benci keluar dari hatinya. Nihil hasilnya.  Semoga besok si Benci sudah bosan bersarang di hati Gadis.

Si...

Siput. Selalu meringkuk malu dalam cangkang. Berjalan lamban dan linu lalu meringkuk lagi. Diam tanpa suara. Sibuk dengan cangkangnya tanpa memperhatikan aku yang gemas melihatmu. Menyebalkan, aku benci melihat lendirmu, gemas melihatmu terus menginduk. Tidak adakah yang bisa kau lakukan atau katakan selain mengurus cangkangmu sendiri? Ingin kutendang kau agar cangkangmu pecah berkeping-keping. Sehingga kau tak ada pilihan lagi untuk sembunyi. Tapi kasian nanti kau mati kalau tidak bersembunyi. Singa. Harusnya kau sabar mengendap-endap, sabar menggiring mangsamu ke dalam terkamanmu. Tapi kau terlalu tidak sabar. Mangsamu terlanjur mati berdiri. Kaku ketakutan. Membusuk terlalu cepat. Apakah kau terlalu lapar hingga terus merongrong mayat busuk itu? Sudahlah tinggalkan dia, dia sudah tidak enak, jangan dimakan, nanti kau sakit perut. Sigung. Untuk apa kau menebar bau, padahal tidak ada yang menyerangmu? Musuhmu sudah kabur, tidak ada lagi gunanya kau menyemprot senjatamu. Nanti kau keha

Janji Picisan

Aku tidak siap untuk tugas besar jangka panjang berikutnya. Tugas untuk menunggu. Sudah trauma untuk menunggu lama dan ternyata gagal. Trauma dinina bobokan dengan  janji agar aku tertidur nyenyak dan lupa untuk menanyakan usahamu.  "Semua akan baik-baik saja" hanyalah janji picisan yang seperti ganja, hanya menenangkan sesaat dan membuat ketagihan. Ganja yang membuatku diam tenang tidak resah dan tetap menunggu dalam kebodohan. Itukah yang akan kau berikan lagi? Supaya aku mau menunggu sesuatu yang mungkin tidak akan pernah rampung? Bagaimana jika sekarang aku sudah ketagihan untuk diberi janji berikutnya? Apa pertanggung jawabanmu?

Susah mati

Adalah sebuah makhluk yang hidup. Kerjanya menggerogoti seperti bakteri. Hidup dalam bayangan gelap, bersembunyi saat terang, menunggu keadaan kembali gelap. Dia tidak bersuara, dan suka mengendap-endap. Ketika kamu lengah, mungkin kamu dihinggapinya. Makhluk itu menggerogoti senyummu dan menghisap semangatmu. Makhluk itu suka melubangi kewarasanmu dan senang tinggal didalam lubang lubang itu untuk membuat lubang yang lebih besar lagi.  Dan makhluk itu sulit dibasmi. Sekali-kali pergi tapi nanti datang lagi. Hati-hati, perhatikan diri. Kalau matamu mengeluarkan air yang terus menetes, mungkin dia sudah menghinggapimu. Kalau kamu merasa susah tidur, mungkin makhluk itu sudah beranak di dalammu. Hati-hati. Makhluk itu susah mati.

Membangun rumah

Hujan lagi. Bergulir tetesannya seirama dengan bergulir keringatku. Keringat yang merangkum seluruh kerja keras.  Ini sudah akan selesai, pikirku. Jadi aku bangun dan melihat sekeliling. Satu per satu telah pergi.  Lalu kalut menghampiri. Kenapa mereka lebih bahagia setelah pergi? Aku juga hendak pergi, tapi tidak dengan cara pecundang. Ini harus selesai barulah aku tenang. Hujan terus merintik. Tanah menangisi jejak kepergian mereka. Meratapi masa dimana kebersamaan menjadi cerita indah di sana sini, dan sekarang hanya tersisa sepi. Petir menyalak getir. Gemanya mengempasis kekosongan.  Aku terus bekerja membangun rumah. Langit atapku, tanah rumahku, disinilah aku membangun impian dimana setelah hujan tangisan ini, akan tumbuh tunas kehidupan baru. Dimana tanah ini tidak akan lagi kosong. Dimana senyum dan tawa bahagia akan kembali terdengar. Dimana rumah akan menjadi tempat berlindung bagi yang mencari. Dan tidak ada lagi yang merasa sendiri.