Posts

Showing posts from 2015

Buat seseorang yang palingan ga akan baca post ini

Aku gak khawatir. Aku hanya sedang belajar merelakan. Supaya kalau sesuatu diambil dariku, aku tahu itu memang bukan milikku. Dan aku tidak kehilangan. Apa yang kamu bilang dulu, mungkin memang ada. Tapi mungkin bukan buat aku. Dan aku tidak lagi mencarinya. Atau mengharapkannya. Aku bisa hidup dalam kondisi seperti apapun. Kamu yang jangan khawatir.

Still, Day #1

Dengan percaya diri aku memutar tubuh membelakanginya dan berkata "aku akan mencari diriku yang hilang. Sendirian."  Lalu aku masuk ke dalam gelapnya hutan diterangi sebatang lilin.  Satu dua jam aku melangkah pasti. Tapi ketika angin usil memadamkan cahayaku, aku hilang. Aku tersesat. Aku berteriak-teriak. Minta tolong.  Seseorang yang aku tinggalkan mungkin mendengar teriakanku. Ia cuma menyahut dari luar hutan "hati-hati, Sayang!" Cih! Bukannya menolong, malah menyuruhku berhati-hati. Siapa yang tidak mau berhati-hati kalau memang bisa? Aku terpuruk terperosok. Gagal dalam hitungan jam. Lelah tapi tidak ada yg bisa menolong. Berharap hanya semakin mengecewakan. Kesepian, itu yang paling menyiksa.  Tapi ini pertarunganku. Aku tidak mungkin mengandalkan dia yang ada di belakang sana. Langkah pertama sudah kuambil. Tidak mungkin berbalik. Seluruh dunia menontonku. Seandainya aku mati di dalam hutan, aku tidak akan menyesal.  Aku berharap segera hari esok. Hari perhe

Day #1

Rasanya tersiksa. Rasanya kayak kamu harus merelakan heroinmu, yang selama ini bikin ketagihan dan jadi sumber kebahagiaan alternatifmu, dibuang di depan matamu.  Sakit dari dalam, karena tidak ingin merelakannya. Tapi harus. Sakit dari luar, karena dunia tidak berubah meskipun kamu sakit.  Ini proses yang menyakitkan. Aku tidak tega pada diriku sendiri. Haruskah ada proses ini?

Invisible Prison

When no words can express the emotion When cries can not drive out the indignation When talk can not bring conclusion When anger can not give repletion When escape can not be the solution When no one can heal the dudgeon

Do You Know My Jesus?

Have you a heart that's weary Tending a load of care Are you a soul that's seeking rest From the burden you bear? Do you know my Jesus Do you know my friend Have you heard he loves you And that he will abide till the end? --- Instrumental --- Who knows your disappointments Who hears each time you cry Who understands your heartaches Who drys the tears from your eyes. Do you know my Jesus Do you know my friend Have you heard he loves you And that he will abide till the end? Have you heard he loves you And that he will abide till the end?...

Dasar penonton.

Problematika cinta yang terlihat seperti sinetron itu sebenarnya muncul karena sudut pandang orang ketiga, si penonton yang tidak tahu keseluruhan masalah tapi berlagak seperti Tuhan yang serba tahu hanya karena merasa sudah menonton semua scene  nya.   Belum tentu si tokoh utama melakukan sesuatu dengan motif seperti yang dipikirkan si penonton, kan? Sering kali penonton memang berkomentar lebih pintar dari pemain. Padahal ketika ia yg disuruh terjun di situasi serupa, belum tentu ia sepintar tuduhan-tuduhannya. Sayangnya manusia memang tendensinya lebih suka jadi komentator saja. 

Di mana Makna Bermukim?

Apa itu makna?  Di mana makna bermukim? Apa itu makna cinta? Apakah cinta adalah realita? Atau hanya sebuah konsep dari prinsip yang dipaksakan?  Apakah cinta adalah ideologi absolut? Ataukah cinta hanya wacana tentatif? Apakah makna cinta hanyalah praktek dari prinsip hegemoni? Ataukah cinta bermakna polisemik? Apakah cinta itu salah? Apakah cinta itu benar?  Apakah makna cinta berbeda bagi kita? Di mana makna cinta itu bermukim? Di kutub negatif kah? Di kutub positif kah?

Milestone : "It's not the end of the journey" (Andrew dan Thomas part II)

Si Peragu berjalan meraba-raba dalam gelapnya bayang hutan. Ada terang kecil dalam hatinya yang menerangi jalannya. Terang dari harapan bahwa dia akan kembali bertemu si Pencari, teman seperjalanannya itu.  Akhirnya, ketika ia berada di ujung hutan, ia melihat persimpanagn jalan dan melihat si Pencari yang muncul dari sebrang jalan. Akhirnya mereka bertemu.   Pada titik itu, si Pencari menceritakan temuannya, dan dengan semangat menceritakan apa yang akan dia lakukan dengan temuannya. Ia akan mengambil jalan ke kiri untuk mencapai cita-citanya.  Si peragu tertegun. Ia teringat tujuan utama mereka berjalan bersama : untuk bertemu guru mereka. Ia rasa jalan tercepat adalah ke kanan.  Pada titik ini, mereka saling berpandangan. Menetapkan hati. Mereka mendirikan tumpukan batu sebagai batu peringatan mereka, bahwa baik ke kiri ataupun ke kanan, mereka berjanji akan tetap mencari Sang Guru.  Ini bukan akhir perjalanan, kata Si Peragu. Kita harus tetap berlari seperti dalam pertandingan. Kit

Everywhere I Go

This is my favourite song from my favourite composer, Sally DeFord. The lyric tells us about my favourite story in the Bible, Israel's journey.  You can download the music score or mp3 in her website http://www.defordmusic.com/sheet-music/alphabetical-list/everywhere-i-go/ Here is the lyric. This is my journey, like Israel of old I travel through the wilderness so far away from home Though dangers surround me, though the night is long The Lord is my light, my beacon and guide My strength and my song Chorus: And I will be strong I will walk unafraid With the Lord as my companion every step along the way Then come what may, I’ll live with courage in my heart Because I know He is with me everywhere I go This is my journey, like Israel of old I need not wander lost, nor seek to find my way alone His presence before me is all that I require The Lord is my light, my beacon and guide My pillar of fire (Repeat Chorus) This is my journey, and nothing will I fear The Lord my God will safely

Perasaan

Perasaan itu menipu. Hati-hati dengan hatimu. Sedikit merasa begini, sebentar merasa begitu. Kadang ia merasa rasa-rasa yang tidak perlu. Kadang ia tak berasa disaat orang lain merasa.  Pernahkah perasaan m enggelisahkanmu? Pernahkah perasaan menjauhkan harapanmu? Perasaan yang seperti itu tidaklah berperasaan. Perasaan yang tak perlu dirasakan.  Apa yang kamu rasakan belum tentu yang sebenarnya kamu inginkan. Dan apa yang kamu inginkan belum tentu apa yang kamu butuhkan. Tapi bisa jadi sebaliknya. Rasanya, cuma kamu yang tau rasanya.

Membaca Sejarah

Sejarah adalah kumpulan kisah yang mungkin terlupa. Dimana manusia berlagak dan menjadi pusat perhatian. Dimana mayapada adalah panggung yang diperebutkan.  Tapi sejarah tak akan lupa. Berapa banyak luka yang ditoreh. Mayapada menjadi saksi berapa banyak darah yang tergenang. Manusia saling bunuh. Manusia saling menyakiti. Demi kepentingan pribadi. Membaca sejarah, aku terheran. Mengapa Tuhan begitu sabar. Ribuan tahun yang Tuhan berikan sebagai kesempatan bertobat, yang ada hanyalah kejahatan yang semakin meningkat.  Pasti waktunya tidak lama lagi. Bumi akan berakhir. Sejarah memjadi bukti, ya, menjadi bukti. Bahwa manusia sudah tidak bisa lebih jahat lagi.

Gadis

Gadis itu berdiri di tepi pantai. Diam. Ombak mendayu-dayu, merayunya untuk bermain. Tapi wajah si Gadis bermimik serius. Tidak, tidak bermain sekarang.  Desauan Angin membisikkan kata menghibur. 'Hibur, hibur..' Tapi Gadis tidak terhibur. Ia menutup telinga. Ia berteriak, 'Aaaaah! Menyebalkaaaan!' Sang Angin kaget dibentak. Angin pun berdesau mundur. Tinggal Gadis sendiri bersama Sepi. Gadis memukuli dadanya. 'Keluar, keluar kau dari sini!' Katanya histeris sambil menangis. 'Keluar kau, kau menyiksaku, aku tak mau ditemanimu!' Maka si Sepi pun meninggalkan Gadis. Gadis kini sendiri bahkan Sepi pun tidak lagi menemani. Tapi Gadis masih terus memukuli dadanya, 'Benci, keluar kau, Benci, Benci, Benciii!!!" Tapi Benci belum juga keluar. Sampai malam Gadis masih berdiri di pinggir pantai sambil memukuli dadanya dan memanggil si Benci keluar dari hatinya. Nihil hasilnya.  Semoga besok si Benci sudah bosan bersarang di hati Gadis.

Si...

Siput. Selalu meringkuk malu dalam cangkang. Berjalan lamban dan linu lalu meringkuk lagi. Diam tanpa suara. Sibuk dengan cangkangnya tanpa memperhatikan aku yang gemas melihatmu. Menyebalkan, aku benci melihat lendirmu, gemas melihatmu terus menginduk. Tidak adakah yang bisa kau lakukan atau katakan selain mengurus cangkangmu sendiri? Ingin kutendang kau agar cangkangmu pecah berkeping-keping. Sehingga kau tak ada pilihan lagi untuk sembunyi. Tapi kasian nanti kau mati kalau tidak bersembunyi. Singa. Harusnya kau sabar mengendap-endap, sabar menggiring mangsamu ke dalam terkamanmu. Tapi kau terlalu tidak sabar. Mangsamu terlanjur mati berdiri. Kaku ketakutan. Membusuk terlalu cepat. Apakah kau terlalu lapar hingga terus merongrong mayat busuk itu? Sudahlah tinggalkan dia, dia sudah tidak enak, jangan dimakan, nanti kau sakit perut. Sigung. Untuk apa kau menebar bau, padahal tidak ada yang menyerangmu? Musuhmu sudah kabur, tidak ada lagi gunanya kau menyemprot senjatamu. Nanti kau keha

Janji Picisan

Aku tidak siap untuk tugas besar jangka panjang berikutnya. Tugas untuk menunggu. Sudah trauma untuk menunggu lama dan ternyata gagal. Trauma dinina bobokan dengan  janji agar aku tertidur nyenyak dan lupa untuk menanyakan usahamu.  "Semua akan baik-baik saja" hanyalah janji picisan yang seperti ganja, hanya menenangkan sesaat dan membuat ketagihan. Ganja yang membuatku diam tenang tidak resah dan tetap menunggu dalam kebodohan. Itukah yang akan kau berikan lagi? Supaya aku mau menunggu sesuatu yang mungkin tidak akan pernah rampung? Bagaimana jika sekarang aku sudah ketagihan untuk diberi janji berikutnya? Apa pertanggung jawabanmu?

Susah mati

Adalah sebuah makhluk yang hidup. Kerjanya menggerogoti seperti bakteri. Hidup dalam bayangan gelap, bersembunyi saat terang, menunggu keadaan kembali gelap. Dia tidak bersuara, dan suka mengendap-endap. Ketika kamu lengah, mungkin kamu dihinggapinya. Makhluk itu menggerogoti senyummu dan menghisap semangatmu. Makhluk itu suka melubangi kewarasanmu dan senang tinggal didalam lubang lubang itu untuk membuat lubang yang lebih besar lagi.  Dan makhluk itu sulit dibasmi. Sekali-kali pergi tapi nanti datang lagi. Hati-hati, perhatikan diri. Kalau matamu mengeluarkan air yang terus menetes, mungkin dia sudah menghinggapimu. Kalau kamu merasa susah tidur, mungkin makhluk itu sudah beranak di dalammu. Hati-hati. Makhluk itu susah mati.

Membangun rumah

Hujan lagi. Bergulir tetesannya seirama dengan bergulir keringatku. Keringat yang merangkum seluruh kerja keras.  Ini sudah akan selesai, pikirku. Jadi aku bangun dan melihat sekeliling. Satu per satu telah pergi.  Lalu kalut menghampiri. Kenapa mereka lebih bahagia setelah pergi? Aku juga hendak pergi, tapi tidak dengan cara pecundang. Ini harus selesai barulah aku tenang. Hujan terus merintik. Tanah menangisi jejak kepergian mereka. Meratapi masa dimana kebersamaan menjadi cerita indah di sana sini, dan sekarang hanya tersisa sepi. Petir menyalak getir. Gemanya mengempasis kekosongan.  Aku terus bekerja membangun rumah. Langit atapku, tanah rumahku, disinilah aku membangun impian dimana setelah hujan tangisan ini, akan tumbuh tunas kehidupan baru. Dimana tanah ini tidak akan lagi kosong. Dimana senyum dan tawa bahagia akan kembali terdengar. Dimana rumah akan menjadi tempat berlindung bagi yang mencari. Dan tidak ada lagi yang merasa sendiri.