Membangun rumah
Hujan lagi. Bergulir tetesannya seirama dengan bergulir keringatku. Keringat yang merangkum seluruh kerja keras.
Ini sudah akan selesai, pikirku. Jadi aku bangun dan melihat sekeliling. Satu per satu telah pergi. Lalu kalut menghampiri. Kenapa mereka lebih bahagia setelah pergi? Aku juga hendak pergi, tapi tidak dengan cara pecundang. Ini harus selesai barulah aku tenang.
Hujan terus merintik. Tanah menangisi jejak kepergian mereka. Meratapi masa dimana kebersamaan menjadi cerita indah di sana sini, dan sekarang hanya tersisa sepi. Petir menyalak getir. Gemanya mengempasis kekosongan.
Aku terus bekerja membangun rumah. Langit atapku, tanah rumahku, disinilah aku membangun impian dimana setelah hujan tangisan ini, akan tumbuh tunas kehidupan baru. Dimana tanah ini tidak akan lagi kosong. Dimana senyum dan tawa bahagia akan kembali terdengar. Dimana rumah akan menjadi tempat berlindung bagi yang mencari. Dan tidak ada lagi yang merasa sendiri.
Comments
Post a Comment