Apa Kabar Teman?


Apa kabar, teman? Apakah kau bahagia hari ini?
Kalau aku, kabarku tidak bisa dibilang baik, tapi aku bahagia.

Kau tahu, biasanya akan lebih mudah bagiku untuk menulis curahan hati dalam keadaan sedih atau sedang galau. Satu hal yang bisa membuatku tenang adalah menulis. Makanya, harap dimaklumi kalau tulisan di blog ini tidak banyak menceritakan cerita-cerita yang menyenangkan, karena kalau sedang senang aku lebih suka bernyanyi daripada menulis. 

Tapi tenang saja, teman. Kali ini aku ingin berbagi kebahagiaan yang kurasakan. Kalau kau, apa yang dapat membuatmu merasa bahagia? Mendapat hadiah mahal? Masuk perguruan tinggi favorit? Punya pacar baru? Menghabiskan waktu bersama sahabat? Tapi aku tidak memiliki semua itu. Coba pikir, apa yang membahagiakan dari kehidupan seseorang seperti aku? Disaat teman-temanku kuliah, mulai sibuk dan berkenalan dengan teman-teman dan sahabat-sahabat baru, atau mungkin sibuk dengan pacar barunya, aku hanya di rumah menjadi pembantu rumah tangga di rumahku sendiri, sendirian, tanpa teman, sahabat, apalagi pacar. Sehari-hari hanya disuruh ini, disuruh itu. Bisa dibilang aku melewati hari-hari yang sepi. Tidak mungkin kan, aku mengganggu teman-temanku yang sedang kuliah dengan mengajak mereka ngobrol hanya karena aku kesepian. Oh tidak, aku tidak seegois itu. 

Lalu kenapa tidak kuliah saja? Kau pasti berpikir begitu kan? Ya, situasinya kurang memungkinkan untukku kuliah tahun ini. Papaku sakit kanker, untuk ketigakalinya (sungguh ajaib dia masih bisa bertahan). Keluarga kami bukanlah lagi keluarga yang mampu. Dengan penyakit itu, Papa tidak lagi berpenghasilan dan Mama hanyalah seorang guru. Jadi, karena tidak mampu menyewa perawat, supaya ada yang mengurus Papaku aku harus di rumah, setidaknya sampai jam makan siang setiap harinya.
Lalu apa yang membuatku bahagia? Bisakah kau menebaknya, kawan?

Begini, sebelumnya aku ingin bertanya. Pernahkah kau merasa bahagia melihat Papamu berjalan, makan, bicara, bernyanyi? Apakah kau bahagia kalau papamu menyuruhmu mengerjakan banyak hal? Hal-hal tersebut memang hal yang biasa yang sering kau lihat dan alami, sehingga rasanya tidak lazim jika dijadikan alasan untuk merasa bahagia. Tapi justru hal itulah yang membuatku bahagia. Bukan pacar, bukan sahabat, bukan status sosial, bukan materi yang membuatku bahagia saat ini. Karena aku bisa setiap hari melihat papaku beraktivitas, itulah yang membuatku bahagia. 

Beberapa bulan lalu, diabetes yang diderita papa sudah mempengaruhi saraf-sarafnya. Papa susah sekali untuk disuruh makan. Kalau bicara juga sudah tidak jelas. Jalan pun sulit, terhuyung-huyung seakan mau jatuh, sehingga harus kutuntun. Bisakah kau bayangkan perasaanku setiap kali aku menuntunnya berjalan? Hatiku teriris. Dulu, saat aku balita, akulah yang diposisi ini, aku yang dituntunnya untuk belajar berjalan. Melihat kondisinya yang lemah, hanya bisa tidur di tempat tidur dan makan, membuat aku merindukan suara papa saat bernyanyi. Di keluargaku, papakulah yang paling tidak bisa bernyanyi, tapi ia paling semangat kalau bernyanyi. Katanya, kalau bernyanyi semua penyakitnya tidak lagi terasa. 

Sampai akhirnya beberapa waktu lalu, papa masuk rumahsakit untuk di kemoterapi lagi, dan kondisinya sangat lemah. Saat itu aku takut setengah mati. Perasaan itu masih dapat kuingat dengan jelas. Rasanya seperti berdiri di tepi jurang tinggi dengan angin kencang yang dinginnya menembus tulang berhembus seakan ingin mendorongmu jatuh. Mengingat perasaan itu saja sudah membuatku takut.

Kau tahu kan, tidak semua orang bisa berhasil di kemoterapi? Banyak orang yang begitu disuntikkan obat kemo, jika tubuhnya tidak kuat menerima obat itu maka dalam hitungan jam pasien dapat meninggal dunia. Pikiranku kalut. Aku belum berbuat apapun untuk papa, belum membanggakannya, aku suka bersungut-sungut kalau disuruh ini-itu. Rasanya sulit sekali melewati malam-malam itu, saat menunggu kabar tentang papaku di rumah sakit. Aku sendirian di rumah. Benar-benar sendirian, siap hancur, tidak ada yang memeluk atau menenangkanku, tidak tahu harus menceritakan kegelisahanku pada siapa. Aku takut memejamkan mata. Takut melewatkan sesuatu yang penting. Hanya bisa menangis semalaman, menjerit, memohon sepenuh hati pada Tuhan supaya memberiku kesempatan lagi. Aku mau melakukan semua yang papa minta tanpa bersungut-sungut. Aku mau melakukan apa saja. Dan Tuhan menjawab doaku. 

Jarang sekali orang bisa tahan kemoterapi sampai tiga kali, apalagi dengan notabene papaku menderita diabetes dan jantungnya lemah. Setelah dikemoterapi biasanya keadaan pasien akan melemah. Kalau ia bertahan melewati masa krisis, maka pasien baru dapat pulih. Tapi setelah di kemoterapi papa memperlihatkan kemajuan. Dia semakin semangat untuk sembuh. Dia mulai lahap makan, seperti anak kecil yang baru belajar makan dengan tangan sendiri. Dia juga sudah mau berlatih berjalan dan sudah mulai bernyanyi lagi. Setelah berbulan-bulan melihat papaku hanya bisa tidur, rasanya sekarang aku bahagia sekali setiap melihat dia bergerak. Melihat papaku seperti melihat keajaiban. Kau tahu, seharusnya dia sudah meninggal enambelas tahun lalu ketika kanker pertamanya sudah hampir stadium tiga. Tapi dia masih bertahan sampai sekarang, bukankah itu ajaib? 

Kata Adhi, seorang temanku yang baik hati, walaupun aku tidak kuliah tahun ini, tapi satu tahun ke depan akan menjadi satu tahun yang amat mulia buatku. Dan aku sangat bangga mendengar dia mengatakan hal itu. Aku bahagia bisa menepati janjiku pada Tuhan untuk melakukan apa saja untuk papaku. Tidak peduli meskipun aku belum bisa kuliah, meskipun aku sendirian di dunia ini, tanpa ada seorang yang peduli padaku pun aku tetap bahagia. 

Lihatlah dirimu sekarang, apa yang kau punya mungkin bahkan lebih banyak dari yang kupunya. Karena itu, kau harus merasa lebih bahagia daripada aku, setuju? 

Sekarang papaku masih berjuang untuk melawan kankernya, dan masih harus menjalani empat kali lagi siklus kemoterapi yang menyakitkan. Jika hatimu tergerak ketika membaca tulisan ini, tolong bantu doa untuk papaku supaya Tuhan memberinya kekuatan dan kesembuhan, dan biarlah Tuhan yang membalas kebaikanmu. :)

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Everywhere I Go

Rut dan Naomi?